You, I, and Our Destiny – Chapter 10

By              : DoubleChoi

With           : – Choi Seunghyun (BigBang’s T.O.P)

                  – Kim Yoo Rin (OC)

                  – Kwon Jiyong (BigBang’s GDragon)

                  – Lee Anna (OC)

                 – Kim Jaejoong (JYJ)

                 – Kim Junsu (JYJ)

                 – etc

 

 

Jika kau bersamaku maka hidupku seperti nilai sinus 900, sempurna seperti angka 1. Jika aku kehilanganmu maka hidupku seperti nilai cosinus 900 , kosong seperti angka 0. Dan dari semua hal yang bisa di ungkapkan dengan logika, cintaku padamu seperti nilai tangent 900, tidak pernah bisa di definisikan.

— Kwon Jiyong —

I Look for you.. below that moonlight that lights me up

I look for you… I don’t know where the end is, but..

Tonight… tonight… tonight… tonight

I still don’t  understand love, paintfully alone once again, tonight

(Tonight_ BigBang)

———- You, I, and Our Destiny -Chapter 10 ———-

 

Jaejoong tidak sempat pulang, tadi pagi dia bangun sedikit kesiangan. Tepat saat perawat masuk akan memeriksa keadaan Anna, para perawat itu justru menemukan sang Dokter tidur meringkuk di sofa, lalu dengan canggung membangunkan. Jaejoong hanya mengerjapkan mata, lalu antara sadar dan tidak berjalan kembali ke ruangannya.

Sebagai seorang Dokter, ini keadaan yang biasa dia hadapi. Jam kerjanya memang hanya 8 jam sama seperti profesi lain. Tapi tentu saja Jaejoong tidak akan mengabaikan pasien-pasien yang berdatangan ke Rumah Sakit.  Dengan cepat Jaejoong mandi di kamar mandi yang terdapat di ruangannya, jangan membayangkan kata mandi dengan berendam di bathtub, yang Jaejoong lakukan tidak lebih dari proses menyiram badan dengan air, mandi super cepat. Lalu memakai kemeja dan dasi yang sengaja dia persiapkan di lemari kecil, persiapan jika harus kerja lembur seperti sekarang.

Jaejoong memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu, sebelum menemui pasien-pasiennya yang tentu saja bukan hanya Anna. Sambil berjalan memasang jam tangannya, Jaejoong berjalan tegap ke kafetaria Rumah sakit. Nasi goreng kafetaria Rumah sakit terkenal sangat lezat, Jaejoong memutuskan sarapan disana. Dia baru saja akan berbelok ke kafetaria, saat dari arah berlawanan terlihat sepasang orangtua setengah baya. Wajah mereka pucat, sedikit lelah, seperti baru saja melewati perjalanan yang jauh. Jaejoong memicingkan mata, rasanya dia mengenal mereka.

Orangtua Anna. Walau itu sudah lama sekali tapi Jaejoong masih ingat dengan wajah kedua orangtua Anna. Dia membatalkan niat untuk sarapan dan bergegas menghampiri kedua orangtua itu, Yang sedang berdiri di depan lift.

Annyeong…Paman Lee dan Bibi..”

Jaejoong tersenyum manis sambil membungkuk memberi hormat, tuan dan nyonya Lee hanya memandangnya heran, menyelidik. Siapa Dokter muda tampan yang tiba-tiba menyapa mereka?.

“Aku Kim Jaejoong, namjachingu Anna saat sekolah menengah dan kebetulan sekarang aku adalah Dokter yang merawat Anna”

“Jaejoong… ah ya, aku ingat bukankah kau dulu sering mengantar Anna pulang dari sekolah? aigoo, kau sekarang sangat tampan dan terlihat gagah”

Nyonya Lee dengan cepat bisa mengenal Jaejoong, lalu tersenyum dengan sangat hangat, mengobrol banyak hal dengan Jaejoong. Berbeda jauh dengan Tuan Lee yang hanya memandangnya sekilas dan kembali terpaku pada tombol lift. Tak lama pintu lift terbuka, tiga orang itu masuk bersamaan dan naik ke kamar rawat Anna di lantai 5. Sambil berjalan, Nyonya Lee dan Jaejoong masih berbincang dengan sangat hangat, sesekali membicarakan tentang kejadian di masa lalu, juga perjalanan jauh dari New York.

“Jiyong.. Apa anak nakal itu menjaga Anna?” Nyonya Lee bertanya pada Jaejoong.

“Semalaman dia ada di sini, tapi tadi pulang karena sudah harus terbang lagi”

Jaejoong berbohong, urusan akan sangat panjang jika dia menceritakan semuanya sekaligus. Lagipula Jaejoong tidak ingin tahu lagi tentang cerita tidak penting itu. mereka bertiga masuk ke kamar rawat Anna. Dan seperti mendapat hadiah manis di pagi hari, Jaejoong kaget melihat Anna tersenyum padanya, ternyata Anna sudah siuman.

Appa… eomma.. kapan kalian datang?”

Suara lemah itu terdengar, lalu sepasang orangtua itu bergantian memeluk Anna, menciumi wajah puteri cantik mereka satu-satunya itu. Bahkan Nyonya Lee sudah sangat emosional menangis minta maaf karena membiarkan puterinya hidup sendirian di Seoul. Anna hanya tersenyum berkata ‘aku baik-baik saja, eomma’, ‘Jaejoong oppa menjagaku dengan sangat baik’, ‘aku hanya kelelahan’. Jaejoong tersenyum melihat pemandangan di depannya, tidak ada obat yang paling menyembuhkan di dunia ini selain kasih sayang orangtua.

Hampir satu jam pemandangan manis itu terlihat, Jaejoong tidak mengganggu atau berniat bergabung, dia hanya duduk di sofa. Jaejoong membiarkan moment itu terjadi, sebelum dia bicara dengan sangat serius dengan orangtua Anna, tentang penyakit puterinya dan juga rencananya untuk menikahi Anna. Hingga sepasang orangtua itu memutuskan untuk sarapan dulu karena tadi di bandara mereka belum sempat melakukannya. Tentu saja tidak ada orangtua yang bisa makan dengan nyaman sementara puterinya sakit. Jaejoong berbaik hati mengantar, kebetulan dia juga belum sarapan, tapi Anna mencegahnya. Dia  bilang ingin bicara berdua dengan Jaejoong. Nyonya Lee hanya tersenyum penuh arti, puterinya sedang terjebak romantisme masa lalu.

Saat sepasang orangtua itu menghilang di balik pintu, Jaejoong menghampiri Anna dan mengecup keningnya.

“Bagaimana bisa kau siuman tanpa sepengetahuanku?”

“Saat aku membuka mata ada beberapa perawat yang sedang membereskan ruangan. Aku menyuruh mereka untuk tidak memberitahumu. Oppa pasti sangat lelah semalaman menungguku”

Jaejoong hanya tersenyum, mengelus kepala Anna “Itu sudah kewajibanku sebagai seorang Dokter”

Anna hanya tersenyum dan menghela napas, masker oksigen yang menempel di hidungnya, membuatnya sedikit tidak nyaman. Dia tersenyum menatap Jaejoong, namja yang sudah sangat baik padanya. Anna tahu, Jaejoong pasti lelah, itu terlihat dari wajah tampannya yang tidak terlihat fresh.

Oppa.. kapan aku bisa keluar dari rumah sakit?”

“Hey gadis manis, kau itu baru saja siuman. Kita masih harus memeriksa keadaanmu dengan total, dan itu memerlukan waktu minimal 2 hari. Jangan bilang kau bosan melihat Dokter jantung yang setiap hari selalu memeriksamu ini”

Satu cubitan bersarang di tangan Jaejoong membuat Dokter itu tertawa kecil dan memperbaiki posisi duduknya, menggenggam tangan Anna.

“Kau mau sarapan sekarang?”

“Aku melihatnya oppa….”

Jaejoong mendongak saat kalimatnya diputus Anna. Gadis itu menatapnya dengan lemah.

“Aku melihat saat operasi itu terjadi, saat aku sedang tidak sadarkan diri. Eonni sedang kritis, berdarah. Dan Dokter itu memeluknya, menangisinya. Eonni yang meminta agar jantungnya di donorkan padaku, dan Dokter itu awalnya menolak tapi eonni memaksa. Juga seorang Dokter senior yang ikut memaksa. Mereka berdua benar-benar sepasang kekasih, dan mereka berpisah dengan cara menyedihkan”

Jaejoong menghela napas.

Eonni masih hidup saat operasi itu terjadi. Maksudku tentu saja hanya jantung orang hidup yang bisa di donorkan, tapi… tidakkah aku terlihat seperti membunuh seseorang? Eonni mungkin mati demi menyelamatkan aku”

Anniyo, kau tidak salah Anna. tidak ada yang salah dalam cerita ini… Semuanya…”

“Karena operasi itu, eonni meninggal dan Dokter itu bunuh diri. Semuanya sudah cukup menjadi alasan kenapa aku pantas disebut sebagai seorang pembunuh…”

Jaejoong meletakkan jarinya di bibir Anna, isyarat agar yeoja itu diam dan berhenti menyalahkan diri. Dia sedang tidak ingin membicarakan hal itu, cerita tidak lucu itu. Termasuk bertanya apa yang menyebabkan Anna pingsan di perusahaan itu. Jaejoong tidak ingin membahas itu lagi. Anna kemudian terdiam, memegang tangan Jaejoong.

Oppa, aku setuju untuk tinggal bersamamu. Aku setuju untuk membiarkanmu menjagaku 24 jam. Kita akan bicarakan itu dengan eomma dan appa

Jaejoong tersenyum manis, akhirnya dia bisa mengawasi Anna.

“Tapi… aku punya satu syarat… tolong bawa aku menemui keluarga eonni, tolong cari tahu di mana mereka. Aku ingin minta maaf, aku juga ingin…”

“Itu syarat yang tidak akan pernah ku penuhi. Kau tidak cukup kuat untuk bertemu dengan mereka, Anna.. aku tidak mengijinkanmu untuk bertemu dengan mereka…”

Nada kekhawatiran muncul lagi dari mulut Jaejoong. Dia tidak mau membuat Anna mengalami hal itu lagi, apalagi jika Anna tahu keadaan Choi Seunghyun setelah kematian noona-nya.

“Aku tidak melakukannya untukku, oppa. Tapi aku melakukannya untuk eonni, dia bilang sangat merindukan adiknya. Aku harus membawanya menemui keluarganya….”

Jaejoong menelan ludah. ‘Agashi, jadi kau masih ada di sini?’

Anna tersenyum lalu memandang jendela kamar rumah sakit, tersenyum manis pada tempat itu. dia tidak tersenyum sendirian, ada sebuah bayangan yang juga sedang tersenyum manis padanya. Jiwa itu sedang duduk di bingkai jendela.

Eonni.. selamat pagi… senang rasanya melihat eonni lagi. Kita sudah berbincang banyak hal semalam. Aku merasa lebih baik sekarang…”

Jaejoong terkesiap, lalu mengikuti pandangan Anna ke arah jendela.Mungkinkah ada hantu berkeliaran di pagi hari? Yang benar saja, meskipun Jaejoong sudah lama menjadi Dokter, berhadapan dengan pasien kritis atau sakit, dia tidak pernah mengalami hal diluar nalarnya. Ataukah Anna berhalusinasi?

Eonni bilang dia tidak akan lagi membuatku menderita, dia tidak akan membuatku merasa kesakitan. Dia hanya ingin bertemu keluarganya, juga mendatangi makam Dokter itu. Oppa, maukah melakukannya untuknya? Ah anni, untukku juga…”

Jaejoong hanya diam, lebih tertarik menatap jendela.

***

‘splash… plash

“Kyaaa… dingiinnn!!! Berhenti melakukan itu padaku!! Aku sudah bangun sejak tadi!!!”

Seunghyun berteriak kesal sambil melindungi wajahnya dengan selimut, menghindari cipratan air dari tangan Youngbae. Sahabatnya yang berambut mohawk tidak keren itu sedang jahil menyirami wajahnya dengan air. Mengganggu tidur Seunghyun yang nyenyak.

“Kalau kau sudah bangun, seharusnya kau sudah mandi dan sarapan. Sekarang sudah jam 7 pagi. Tuan muda Choi Seunghyun yang pemalas!!”

Seunghyun kembali merasakan air yang dingin memercik di wajahnya, dia mendengus kesal mengambil bantal dan melemparkannya sekuat tenaga pada Youngbae. Hingga sahabatnya itu menggerutu karena bantal itu merusak style rambut mohawk-nya.

“Ini bukan apartemenmu, Dong Youngbae!!ini rumahku, jadi aku bebas tidur dan bangun sesuka hatiku, kenapa kau repot sekali membangunkanku? Isshh seperti yeoja saja”

Akhirnya Seunghyun turun dari ranjang super besarnya, dan berjalan keluar kamar. Meninggalkan Youngbae yang sedang sibuk menata rambutnya. Tentu saja dia masih ngantuk, karena semalam dia bermain game dengan Youngbae hingga jam 2 pagi. Sebenarnya dia juga tidak berkepentingan bangun pagi, mengingat dia sudah tidak punya kewajiban untuk kuliah, hanya ada latihan teater nanti sore. Tapi semalam dia membahas banyak hal dengan Youngbae, termasuk rencananya untuk kembali ke perusahaan.

Youngbae tersenyum saat Seunghyun mengatakan ingin kembali, bahkan sahabatnya itu menitikkan airmata haru, melihat Seunghyun sekarang penuh dengan rasa optimis untuk menatap kehidupan. Youngbae berjanji membantu Seunghyun, karena kebetulan dia juga sedang magang di perusahaan milik Seunghyun.

“Kau sudah bangun?”

“hmmhhh…”

Seunghyun menjawab pertanyaan paman Kang dengan gumaman, dia sudah berjalan membuka pintu kulkas dan meraih sebotol air mineral, meminumnya dengan cepat sampai habis. Air putih di pagi hari sangat bagus untuk kesehatan, itu pesan noona-nya. Maka begitulah ritualnya saat bangun tidur. Seunghyun duduk di meja makan, menatap malas hidangan sarapan yang memenuhi meja, paman Kang sedang sibuk menyuruh pelayan menyiapkan makanan. Youngbae akhirnya menyusul Seunghyun  ke ruang makan, duduk di kursi sebelahnya.

“Kau siap untuk hari ini? Ada banyak hal yang harus kita lakukan di perusahaan”

Seunghyun hanya mengangguk, lebih tertarik menyumpit potongan telur gulung di meja, memakannya dengan cepat. Youngbae hanya menggeleng, sahabatnya itu jorok sekali, sarapan sebelum gosok gigi. Andai saja Yoorin tahu hal itu mungkin yeoja itu tidak mau berkencan dengan Seunghyun, Youngbae hanya tersenyum sambil meraih sumpit dan ikut sarapan.

“Aku hanya akan bekerja sampai jam 3, lalu setelah itu aku kan ke kampus untuk latihan teater. Hanya 3 minggu lagi pertunjukan akan digelar”

“Terserah! Itu kan perusahaanmu..”

“Tapi kau harus bekerja dengan sungguh-sungguh Seunghyun ah, harus belajar baik-baik dari para manajer. Jangan bertindak ceroboh…”

Paman Kang bergabung di ruang makan, dengan sepiring cah jamur di tangannya. Sejak hari ini dia mulai membiasakan diri untuk menyiapkan sarapan lagi, setelah hampir 4 tahun makan sendirian. Tuan mudanya sekarang telah kembali pulang. Paman Kang tersenyum melihat Seunghyun yang sedang berbincang akrab dengan Youngbae, sesekali berdebat atau berebut makanan. Kehadiran Yoorin memang membuat semuanya berbeda. Dulu, sekalipun bersahabat, Seunghyun lebih banyak berkata dengan dingin pada Youngbae.

“Seunghyun ah, bagaimana hubunganmu dengan Yoorin? Apa baik-baik saja?” Paman Kang membuka percakapan tentang Yoorin, melakukan prolog.

Ne, tentu saja. Sekarang dia sedang di Busan, eomma-nya masuk rumah sakit semalam. Jadi dia pulang. Wae?”

Seunghyun menjawab sambil melotot pada Youngbae yang mengambil telur gulungnya, Youngbae hanya nyengir sambil memakan telur itu dengan wajah tidak berdosa.

“Apa kau mencintainya?”

Seunghyun menoleh ke arah Paman Kang yang menatapnya dengan serius “Aku tidak harus menjawabnya, kan? Paman pasti sudah tahu jawabannya”

Aigoo Paman Kang, mereka itu pasangan ‘sok romanti’s yang pernah kulihat. Bahkan mereka berdua sudah menginap berdua di gunung. Berkemah dalam satu tenda. Entah apa yang sudah mereka lakukan..”

Seunghyun melemparkan kain serbet ke arah Youngbae, menyuruhnya untuk diam. Youngbae menghindar, membuat kain itu jatuh ke lantai. Ucapan jahil Youngbae, membuat Paman Kang menatap seunghyun dengan seksama. Menginap di gunung? kapan?

Merasa Paman Kang memperhatikannya, Seunghyun menjelaskan dengan singkat “Saat aku membawa Yoorin pulang dalam keadaan demam. Kami baru saja pulang dari gunung, kami kemalaman. Jangan memikirkan hal yang tidak-tidak”

Tentu saja Seunghyun tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apa yang telah dilewatkannya bersama Yoorin malam itu. Dia mengabaikan tatapan Paman Kang, lebih memilih untuk meneruskan sarapan. Paman Kang memperhatikan Seunghyun dengan seksama, setiap raut senyum dan tawa riang yang sedang bercanda dengan Youngbae. Semalaman dia memikirkan semuanya, cara terbaik untuk mengatakan tentang Yoorin pada Seunghyun, tapi ternyata Paman Kang tidak tega. Mungkin lain kali dia akan melakukannya, tapi tidak sekarang, tapi tidak pagi ini.

Saat makanan di hadapannya sudah habis, Seunghyun memundurkan kursinya dan kembali ke kamar. Meninggalkan Youngbae dan Paman Kang yang masih sarapan.

Seunghyun membuka lemari besarnya, memilih baju yang akan dikenakannya hari ini. Harus sangat formal karena dia akan ke perusahaan. Sebuah kemeja berwarna biru salur kecil lengan panjang dan stelan jas warna hitam. Seunghyun menyimpan semua bajunya di atas ranjang. Lalu melangkah gontai ke kamar mandi.

Matanya terantuk pada sebuah kotak besar warna biru yang terletak di bawah jendela sebelum kamar mandi. Seunghyun menunduk dan membuka kotak itu. Semua hadiah yang dia dapatkan dari ‘teman jauh’ itu tersimpan rapih di dalamnya. Jaket, syal, bola basket, robot dan masih banyak lagi. Seunghyun mengambil satu kotak kecil berwarna biru. Dibukanya dengan cepat, sebuah kalung berwarna perak. Liontinnya berbentuk bulat seperti koin, dan Seunghyun baru menyadari kalau ternyata di liontin itu ada ukiran halus bunga blue Iris. Seunghyun tersenyum dan segera memakainya.

Semoga kalung itu memberi keberuntungan baginya.

Seunghyun tersenyum, semoga setelah ini hidupnya memang akan selalu beruntung dan jauh dari hal-hal yang menyedihkan. Sekarang dia punya Yoorin untuk berbagi.

Yoorin? Hey, Seunghyun belum menghubungi yeoja cantiknya sejak semalam. Seunghyun berdiri dan mengambil ponselnya di atas meja kecil, secepat mungkin menekan speed dial nomor 2. Nada sambung terdengar, Seunghyun menunggu dengan sabar. Tapi ternyata tidak ada jawaban. Seunghyun mencoba lagi dan lagi, tapi tetap saja tidak ada jawaban.

Ke mana Yoorin? Apa dia masih sibuk mengurus eomma-nya sampai tidak sempat menjawab telepon? Seunghyun menghela napas. Ya sudahlah, nanti siang masih bisa menelepon lagi kan? Seunghyun menghibur diri dan memutuskan untuk mandi.

“Ya Tuhan, Choi Seunghyun!!! kau masih belum mandi?!! Kita akan terlambat sampai di perusahaan, kau akan ditegur…”

‘Brukk

Seunghyun menjawab teriakan Youngbae dengan bantingan pintu kamar mandi.

***

Sebenarnya Yoorin ada di mana saat Seunghyun menelepon?

Entahlah. Yoorin sendiri juga tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Setengah jam yang lalu saat dia membuka matanya, dia menemukan dirinya berada di kamar yang luas, dengan dinding batu dan ornamen kayu. Semua yang ada di kamar ini, ranjang, lemari, meja rias, dan lukisan yang tergantung di dinding, sama sekali asing untuk Yoorin. Ini jelas bukan kamarnya di Busan, apalagi kamar apartemennya. Apa dia sedang bermimpi?

Yoorin membuka jendela kamar besar itu dan hanya tertegun menyaksikan pemandangan di depannya, hamparan laut biru dengan beberapa kincir angin yang terlihat kecil. Pastilah rumah ini terletak di daerah yang tinggi. Yoorin bergegas menuju pintu dan keluar kamar. Di  seberang kamarnya terletak sebuah kamar lagi, Yoorin menuruni tangga dengan cepat. Lantai bawah rumah itu juga berdinding batu dan ornament kayu. Semua furniturnya dari kayu dan ada sebuah perapian besar di ruang tengah, dengan setumpuk kayu bakar di sampingnya. Ini terlihat seperti villa? Apa seseorang sudah menculiknya?

“Selamat pagi, sayang… kau sudah bangun?”

Yoorin memutar tubuhnya, dan tertegun mendapati Jiyong tersenyum padanya. Jiyong memakai celemek dan aroma masakan tercium lezat dari arah dapur. Yoorin menatapnya tajam. Aku ada dimana?

Hanya senyuman yang menjawab pertanyaan Yoorin, lalu Jiyong mendekatinya, memeluk pinggang dan mencium keningnya.

“Bukankah kita seperti sepasang pengantin muda yang baru menikah. Ini romantis sekali, chagiya

“Kita ada dimana, Jiyongie?! Bukankah kau bilang kita harus ke Busan? Apa yang kau lakukan padaku? Kau menculikku? Membohongiku?! Dan… lepaskan aku!”

Yoorin berusaha melepaskan dirinya dari Jiyong, tapi namja itu malah memeluknya, meletakkan dagunya di bahu Yoorin. Diam tidak menjawab sedikitpun.

“Jiyongie…” yoorin memukul punggung namja itu, meminta jawaban.

Eomma-mu baik-baik saja, semua keluarga juga baik-baik saja. Aku hanya ingin mengajakmu untuk berlibur. Menjernihkan pikiran di tempat ini. Aku sudah mengajukan cuti pada perusahaan, maka kita akan menghabiskan hari-hari di tempat ini. Hanya ada kita berdua, hanya berdua saja… tidak akan ada yang mengganggu”

“Ini tidak lucu, Jiyongie!! Bagaimana caranya kau bisa membawaku kemari? Kau sudah membiusku? Membuatku tidak sadar?! Kau jahat!! Aku mau kembali ke Seoul, sekarang!!”

Jiyong melepaskan pelukannya dan menatap Yoorin dengan serius. Dia bersikap sangat tenang sekarang, tidak menghadapi Yoorin dengan emosi. Jiyong memegang bahu Yoorin dengan kedua tangannya.

“Jawab pertanyaanku, Kim Yoorin. Berapa banyak moment romantis yang sudah kau lewati bersamanya?”

Yoorin terdiam. Entah sudah berapa kali yang jelas itu banyak sekali, bahkan semalam dia masih melakukan hal romantis dengan Seunghyun.

“Dan kapan terakhir kalinya, kita melewati moment romantis bersama? Satu tahun lalu. Kau dengar? Satu tahun lalu! Saat kita menghabiskan waktu di Paris, menginap seminggu di desa penghasil anggur. Setelah itu kita tidak pernah lagi melakukannya, meski hanya bersepeda atau nonton film di bioskop. Kita tidak pernah melakukannya lagi”

“Apa maksudmu, Jiyongie! Ini tidak ada hubungannya dengan menculikku ke tempat ini, kan?”

“Aku hanya minta hak! Sebagai tunanganmu yang SAH!”

Jiyong menekankan kalimatnya pada kata tunangan dan kata hak. Dua kata yang sudah cukup membuat Yoorin terdiam menatapnya.

“Jika kau memutuskan untuk menggenggam dua cinta dalam waktu yang bersamaan maka kau harus memperlakukan aku dan dia dengan cara yang sama. Berikan aku porsi cinta yang sama dengannya. Jika kau selalu bersikap baik dan romantis dengannya, maka ijinkan aku melakukan hal yang sama. Berikan aku kesempatan untuk memperjuangkan cintaku. Memperjuangkan hal yang memang milikku sejak awal. Jika kau tidak mau melakukannya karena cinta, maka lakukan itu sebagai imbalan karena aku sudah bersikap sangat baik padamu selama ini”

Jiyong melengos, membuang muka dan kembali menuju dapur. Ayam panggangnya mungkin sudah matang. Dia membiarkan Yoorin sendirian di ruang tengah, memikirkan apa yang baru saja dikatakannya. Jiyong menyiapkan sarapan secepat mungkin. Berusaha melakukan semua yang sudah direncanakannya. Padahal dia baru saja tiba di tempat ini 2 jam lalu, menyimpan helikopter sewaannya di bandara dan naik mobil menuju tempat ini. Sebuah rumah peristirahatan milik keluarganya. Yoorin tentu saja tidak mengetahuinya, karena rumah ini masih baru.

“Owh… damn!!”

Jiyong memaki kesal, ke arah ayam panggang yang baru saja dia ambil dari oven, yang ternyata bukan hanya matang tapi kelewat matang alias gosong. Sia-sia sudah dia berkutat di dapur, ini semua karena Yoorin. Jiyong membuang ayam gosong itu ke tempat sampah dan membuka kulkas, siapa tahu ada bahan makanan lain yang bisa dimasak.

‘clekk

Jiyong terkesiap, ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang. Dan pemilik tangan itu mendekap tubuhnya.

“Maafkan aku…”

“Sudahlah… lupakan…” Jiyong melepaskan pelukan Yoorin dan melangkahkan kakinya tapi Yoorin membalikkan tubuhnya dengan cepat, lalu hanya dalam waktu sepersekian detik, Jiyong merasakan sebuah ciuman di bibirnya. Yoorin memberinya ciuman yang manis di pagi hari. Jiyong tidak menyia-nyiakan kesempatan langka itu dan melumat bibir Yoorin yang merah. Dia memeluk pinggang Yoorin. Sebelum semuanya menjadi lebih jauh, Yoorin melepaskan ciumannya di bibir Jiyong.

“Sampai kapan kita akan berada di sini?”

Yoorin tersenyum sambil mengatur napasnya.

“Entahlah… aku mengajukan cuti sampai sebulan. Kita mungkin bisa menghabiskan waktu selama itu, atau terserah kau mau berapa lama di sini. Aku mungkin sudah mengganggu jadwal kuliahmu….”

“Kita akan berada di sini, sesuai keinginanmu…”

Jiyong membelalakkan matanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja Yoorin sampaikan. Benarkah?

“Aku sudah mengabaikanmu terlalu lama Jiyongie, padahal kau juga berhak mendapatkan cinta itu. aku sudah egois tidak memberikanmu kesempatan untuk berjuang. Aku tahu cinta adalah hak setiap orang, maka aku tidak mau menghalangi perasaanmu padaku”

“Benarkah apa yang baru saja ku dengar? Aku tidak sedang bermimpi di pagi hari kan?”

Jiyong tersenyum lebar ke arah Yoorin yang dijawab dengan anggukan “Tapi aku punya satu syarat untukmu. Jika nanti kita kembali ke  Seoul, tolong lepaskan aku dan biarkan aku bersama Seunghyun”

Yoorin memberikan tatapan penuh permohonannya pada Jiyong. Dia tahu akan sangat sia-sia melawan Jiyong jika terus keras kepala. Maka dia memutuskan mengikuti alur permainan Jiyong, dan tetap mencari kesempatan untuk melepaskan diri.

“Akan ku coba… tapi aku tidak berjanji”

Yoorin tersenyum “Setidaknya kau sudah mau mencoba. Terima kasih Jiyongie… kalau begitu sekarang, di mana letak kamar mandinya? aku merasa sangat gerah”

Meski ternyata Jiyong tidak mau berjanji tapi setidaknya itu membuat Yoorin merasa lebih tenang, dia membalikkan diri bermaksud kembali ke ruang tengah.

“Tapi selama kau sedang bersamaku, aku tidak mau mendengar nama namja itu sekalipun dan juga kau tidak boleh menghubunginya”

Sungguh Yoorin ingin menampar Jiyong, tapi dia tidak mau melakukannya. Sekali lagi dia harus bersabar, dia akan membujuk Jiyong pelan-pelan, Jiyong bukan orang jahat. Yoorin hanya mengangguk, dia juga baru sadar kalau tidak menemukan ponselnya sejak membuka mata. Mungkin Jiyong menyimpannya. Biarlah, ini hanya untuk sementara, kan?

“Dan kita sekarang ada di Jeju..”

Yoorin mengangguk dan berjalan lurus kembali ke kamar di lantai atas. Syukurlah, Jiyong tidak membawanya ke Eropa, atau tempat yang sama sekali asing baginya. Jeju masih di Korea, meski terbentang jarak yang jauh dari Seoul. Setidaknya, masih berada di satu Negara.

‘Oppa, kau pasti akan mencariku. Akan merindukanku… bersabarlah, ini hanya sementara… aku akan pulang kembali, padamu.. saranghaeyo’

Yoorin masuk ke kamar dengan cepat.

***

Seunghyun menyangga wajahnya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya mengetuk-ngetukkan bolpoint ke meja, membuat bunyi yang agak berisik. Matanya menatap malas kata demi kata dari dokumen yang harus ditandatanganinya. Manajer Park –yang bertugas membimbingnya- menyuruhnya mempelajari berkas-berkas itu. Seunghyun mengerutkan kening, banyak sekali kata atau istilah yang tidak ia ketahui artinya.

Indek saham? Validitas? IPO? Investasi?

“aarrrgghhh,…” Seunghyun mengacak rambutnya sendiri, lalu menelungkupkan kepalanya di meja. Dia merasa frustasi dengan urusan pekerjaan ini, padahal jabatannya sebagai direktur baru beberapa jam dilakukan, tapi Seunghyun merasa tidak mampu. Lebih baik, dia menulis skrip drama atau teater. Seunghyun memang tidak terlalu tertarik dengan bisnis, sejak sekolah dulu dia tidak tertarik pada suatu pekerjaan yang serius seperti ini. Sebagian orang mungkin menganggap orang ‘berdasi’ itu terlihat gagah, tapi bagi Seunghyun, sutradara yang memenangkan Oscar, itulah pekerjaan yang diimpikannya.

Entah sudah berapa kali dia menatap jam dinding, berharap angkanya sudah bergerak ke arah jam makan siang. Dia ingin segera istirahat, sesekali juga menatap layar ponselnya berharap ada pesan atau telepon dari Yoorin. Setiap ada kesempatan dia selalu berusaha menghubungi Yoorin, tapi selalu nada sibuk yang terdengar. Seunghyun mendengus kesal.

“Direktur Choi, kau mau makan siang sekarang?”

Seunghyun tahu siapa orang yang baru saja memanggilnya, tapi dia sama sekali tidak berminat untuk menoleh, hanya menatap malas ponselnya itu.

“Untuk merayakan hari pertamamu jadi direktur, bagaimana kalau aku yang mentraktirmu makan siang?”

“Kau masih bicara makan siang? Lihatlah pekerjaanku masih sangat banyak. Mungkin aku harus menginap di tempat ini”

Seunghyun berkata dengan malas sambil menatap ruangannya yang besar, elegan, lux, tapi membosankan itu. Youngbae hanya tertawa melihat sahabatnya itu lalu duduk di meja Seunghyun. dia menatap tumpukan dokumen di meja sahabatnya itu, sedangkan seunghyun sejak tadi hanya menatap ponsel, seakan benda itu adalah yeoja paling cantik di dunia.

Wae? Yoorin belum memberi kabar?”

Seunghyun menggeleng malas.

“Seunghyun ah, kau harus bisa membedakan masalah pribadi dengan pekerjaan. Jangan sampai masalah pribadimu mempengaruhi pekerjaan. Lupakan masalah Yoorin sejenak, kau harus fokus pada semua dokumen ini. Itu sikap yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin”

“Kau belum punya yeojachingu, makanya tidak bisa merasakan bagaimana rasanya merindukan seseorang..”

“Hey, kau lupa kalau jumlah mantan pacarku lebih banyak darimu”

Seunghyun menggerutu kesal pada Youngbae, dia mengambil sebuah dokumen dan berusaha membacanya, lagi dan lagi. Tetap saja tidak mengerti. Tentu saja Seunghyun bukan namja yang bodoh, tapi semua urusan bisnis ini bukanlah keahliannya. Berbeda dengan Youngbae yang memang kuliah di jurusan bisnis dan manajemen.

“Sudahlah, lupakan urusan dokumen itu. Nanti malam kita akan pelajari bersama di rumah. Kau harusnya beruntung punya sahabat seperti aku, kan? Nah sekarang, rapihkan dasi dan rambutmu, juga segera pakai jasmu. Kita akan menjenguk salah satu rekan bisnis yang sedang sakit, dia adalah direktur perusahaan rekanan kita. Juga pemilik saham dan investor perusahaan”

Youngbae berjalan mengambil jas yang tergantung di palka dan melemparkannya ke arah Seunghyun.

“Kenapa aku juga harus bertemu dengan orang itu? Kau kan bisa mewakili perusahaan”

“Yaaa!! Ini perintah manajer Park. sudahlah, setelah dari rumah sakit kau bisa langsung ke kampus untuk latihan teater”

Seunghyun memasang dasinya dengan cepat juga memakai jasnya. Rambutnya yang berantakan? Biarkan saja, toh dia justru terlihat lebih tampan dengan penampilan seperti itu. Youngbae hanya menggelengkan kepala melihatnya. Lalu dengan santainya Seunghyun keluar dari ruangan diikuti Youngbae, berjalan dengan tenang melewati beberapa ruangan. Beberapa karyawan menatapnya dengan kagum, jahil membicarakan Seunghyun.

‘Direktur yang baru itu sangat tampan dan keren!’

***

Rumah Sakit Seoul?

Seunghyun mendengus sebal, kenapa tempat ini seakan jadi tempat yang sangat penting dikunjungi akhir-akhir ini?. Investor yang dimaksud Youngbae dirawat di tempat ini, jadi mau tidak mau dia harus datang ke sini. Seunghyun memarkirkan mobilnya dengan cepat, tidak mempedulikan Youngbae yang sejak tadi terus protes padanya.

“Jelas, kalau lili putih itu lebih cocok diberikan kepada orang yang sakit, kenapa kita harus membeli Blue Iris? 2 buket?”

“Diamlah Dong Youngbae! Cepat turun dan tanyakan ruang rawat orang itu di bagian informasi”

Seunghyun memerintah dengan ketus, dia sedikit kesal pada Youngbae. Bagaimana mungkin sahabatnya itu protes hanya karena masalah bunga? Yang benar saja, itu bukan masalah substansional kan?. Seunghyun memang memutuskan membeli Blue Iris daripada lili putih. Tidak ada alasan khusus, dia hanya menyukainya. Blue Iris mengingatkannya pada Yoorin.

Ya Tuhan, Yoorin lagi?! ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan Yoorin. Seunghyun memarahi dirinya sendiri lalu membuka safety belt, dan membawa 2 buket besar Blue Iris juga satu keranjang buah, menyusul Youngbae yang sudah berjalan menuju ruang informasi Rumah Sakit.

“Dia dirawat di ruang VIP lantai 5, kajja…”

“Kau naik saja duluan, nanti aku menyusul”

Seunghyun menyerahkan sebuket Blue Iris dan keranjang buah ke tangan Youngbae, yang menatapnya heran.

“Kau mau ke mana? Jangan bilang kau mau kabur, aku akan melaporkannya pada Manajer Park”

“Jangan khawatir aku tidak akan melarikan diri. Ada sedikit urusan yang harus kulakukan. Tenang saja…”

Seunghyun tersenyum pada Youngbae, melambaikan tangan dengan sembarang dan segera berjalan menjauhi sahabatnya itu. Sebelum Youngbae memarahinya. Dia berjalan terus ke arah bagian samping Rumah Sakit, dia menyebrangi taman Rumah Sakit yang lumayan luas lalu berbelok ke arah timur.

Tepat di depan sebuah gedung, Seunghyun berhenti. Gedung berukuran sedang itu kokoh berdiri di bawah sebuah pohon Gingko besar, gedung yang sepi dan tenang. Seunghyun melepaskan sepatunya lalu melangkah masuk. Tidak ada sesuatu yang spesial di dalam gedung itu, hanya ada sebuah meja panjang di depan, dengan banyak sekali buket bunga crysant putih di atasnya. Ada juga beberapa orang yang sedang berlutut di dalam ruangan itu.

Seunghyun juga melakukan hal yang sama, berlutut dan menundukan kepalanya, tangannya bersidekap di dada. Bahkan dia memejamkan mata.

‘Dokter Kim Junsu, kau masih ingat padaku?’

Seunghyun menghela napas.

‘Mungkin sangat tidak sopan sekali, jika aku berdo’a disini. Seharusnya aku datang ke makammu, tapi aku tidak tahu dimana letaknya. Maka aku datang ke rumah duka ini, karena semua orang yang meninggal di Rumah Sakit ini pasti akan di semayamkan disini…’

‘Hyung… bolehkah, aku memanggilmu seperti itu..?’

‘Terima kasih sudah mencintai noona-ku, aku tahu dia selalu bermimpi punya seseorang yang menemaninya seumur hidup. Bahkan sampai mati, dan ternyata kau adalah namja beruntung itu. sayang sekali kita tidak bertemu.. dalam keadaan yang lebih baik, sebelum operasi itu..’

‘Jika kita sebelumnya bertemu… mungkin aku…. Aku…’

Dada Seunghyun terasa semakin sesak.

‘aku tidak akan mengatakan kalau kau adalah seorang….. pembunuh’

‘Maafkan aku… Sungguh maafkan aku.. aku bahkan yang tidak tahu apa-apa, dengan sangat egoisnya mengatakan hal itu… Kau mau memaafkan aku?’

Seunghyun membuka matanya, dia meraih buket Blue Iris yang dibawanya lalu berdiri dan berjalan mendekati meja, Seunghyun meletakkan buket bunga itu di sana.

‘Mianhae aku tidak membawakanmu Crysant putih. Ini adalah bunga favorit Hyewon noona, jadi aku harap kau juga menyukainya. Sekali lagi aku minta maaf. Bahkan jika kau tidak bisa memaafkan aku, tidak apa-apa. aku hanya punya satu permintaan padamu. Tolong temani noona-ku di surga. Jangan biarkan dia sendrian, sampaikan padanya kalau aku baik-baik saja’

Ide mulia itu bukan rencananya, bahkan tadi saat di mobil dia masih bercanda dengan Youngbae, tapi dia melihat buket bunga Iris di toko bunga, dan seketika teringat pada dokter itu. Spontan ide itu akhirnya terpikirkan, itulah sebabnya dia membeli Blue Iris bukan lili putih seperti yang diusulkan Youngbae. Seunghyun hanya ingin minta maaf pada Kim Junsu, setelah mengetahui kalau Dokter itu adalah namjachingu noona-nya, dia selalu teringat akan hal itu. Maka dia memutuskan untuk mampir ke tempat ini, rumah duka Rumah Sakit Seoul. Seunghyun membungkukkan badannya, lalu tersenyum dan bermaksud kembali menyusul Youngbae.

Blue Iris…”

Seunghyun menoleh, seorang namja tampan dengan jas Dokter menunjuk buket bunga yang tadi diletakkan Seunghyun. Mungkin terlihat janggal diletakkan diantara jajaran crysant berwarna putih.

“Ah mianhae, kalau itu terlihat janggal. Orang yang ku sapa hari ini sangat menyukai Blue Iris

Anniyo, justru terlihat sangat indah. Biru diantara putih, Iris memang selalu tampak indah. Aku baru menyadari bunga itu terlihat elegan saat berkunjung ke rumah sahabatku beberapa hari lalu”

Seunghyun hanya tersenyum pada Dokter yang ramah itu, lalu dia berjalan meninggalkan ruangan dan ternyata Dokter itu melakukan hal yang sama. Akhirnya mereka berjalan bersisian menuju keluar ruangan.

“Siapa yang baru saja kau sapa hari ini?”

Dokter itu tersenyum, membuka percakapan.

“Seseorang yang ku kenal. Aku tidak tahu dimana makamnya, tapi dia orang yang sangat berhubungan maka aku datang ke tempat ini. Hanya sekedar menyapa, saat dia hidup banyak hal yang tidak sempat kusampaikan. Kalau Dokter?”

Seunghyun bertanya sambil menaikkan satu alisnya, Dokter itu tersenyum “Kim Jaejoong, namaku Kim Jaejoong. Setiap hari jum’at aku selalu mendatangi tempat ini. Berdo’a dan menyapa semua orang yang meninggal di Rumah Sakit, beberapa diantaranya adalah pasienku.”

“Anda seorang Dokter yang sangat baik”

“Khamsahamnida..”

Lalu keduanya berbincang sambil memakai sepatu dan berjalan bersama menuju Gedung utama Rumah Sakit. Seunghyun dengan ramah –tapi tetap dingin- mengatakan kalau dia bermaksud menjenguk rekan bisnisnya yang sedang sakit. Jaejoong juga dengan sangat ramah mengatakan kalau dia adalah Dokter di Rumah Sakit itu. Keduanya berbincang banyak hal, termasuk tentang biliyar dan naik gunung (yang ternyata hobi mereka berdua). Hingga tiba di depan lift, mereka berpisah. Jaejoong berjalan menuju ruangan lain, dan Seunghyun masuk ke dalam lift menuju lantai 5.

Seunghyun menatap punggung Jaejoong yang menjauh, dia mengerutkan kening. Rasanya dia pernah melihat Dokter itu tapi dimana?.

Pintu lift terbuka, Seunghyun berjalan menuju ruangan VIP yang tadi dikatakan oleh Youngbae. Dia hanya berdiri di depan pintu kamar VIP itu, sungkan untuk masuk, khawatir mengganggu. Tapi jika dia tidak masuk, maka itu sama sekali bukanlah sikap yang pantas dilakukan oleh seorang direktur. Akhirnya Seunghyun memutar knop pintu, dan masuk ke ruangan.

Dia tertegun di dekat pintu. Bukan karena ternyata Youngbae tidak ada di ruangan VIP itu, tapi seorang yeoja yang sedang terbaring di ranjang itu menatapnya.

Pandangan keduanya bertemu.

Seunghyun terkesiap, teringat sebuah kalimat yang diucapkan pasien itu tempo hari padanya ‘Nappeun namja, kau terlihat tampan hari ini’

Seunghyun menelan ludah, Lee Anna sedang menatapnya lekat.

***

“Aku minta maaf karena sudah bersikap kasar padamu, Anna ssi. Padahal waktu itu kau sudah menolongku dari bar. Aku tidak menyangka kalau ternyata kau juga salah satu investor penting di perusahaan kami”

Anna menatap namja yang duduk di depannya, yang baru saja mengucapkan maaf. Tentu saja dia mengingatnya, bahkan selalu mengingatnya sejak pertama bertemu. Ada sesuatu dalam namja itu yang selalu membuatnya ingin merasa dekat, tapi bukan rasa tertarik seperti yeoja kepada seorang namja pada umumnya. Anna merasakan jantungnya berdetak kuat tapi teratur.

“Itu hal yang sudah terjadi lama, kan? Kita tentu bisa melupakannya”

“Aku juga bersikap kasar padamu saat kita bertemu di apotek itu. Mianhae, aku memang sedikit menyebalkan. Ah anni, aku memang menyebalkan. Semoga itu tidak membuatmu menarik investasi di perusahaan kami”

Seunghyun tersenyum, lesung pipinya terlihat manis. Anna senang sekali melihatnya, rasanya hatinya merasa sangat lega. Namja di depannya ini, dulu sering mabuk (Anna tahu itu dari waiters di bar) bahkan saat pertama kali bertemu sikapnya sangat kasar. Tapi lihatlah hari ini, Seunghyun tersenyum dengan manis, raut muka yang menyenangkan, cerah, dengan stelan jas hitam yang membuatnya terlihat gagah dan menawan. Tampan.

“Sejak kapan kau jadi direktur di Perusahaan Choi? Aku belum pernah bertemu denganmu di sana. Kita malah sering bertemu di bar. Kalau Youngbae ssi, sesekali aku pernah melihatnya. Hanya dia asisten manajer yang rambutnya mohawk

Anna mencoba membuat suasana menjadi lebih santai, dia tidak mau membuat Seunghyun canggung padanya.

“Baru hari ini. Dan manajer Park sudah memberiku setumpuk tugas, yang sangat banyak tentunya. Dibandingkan dengan membimbingku, itu terlihat seperti sedang menyiksaku yang memang tidak berbakat jadi seorang direktur”

Jinja? Kalau begitu nanti setelah aku sembuh, biarkan aku mengajarimu beberapa hal tentang pekerjaan. Aku sedikit lebih ahli dalam bidang itu”

Seunghyun tertawa kecil. Entah kenapa dia merasa lebih rileks sekarang, daripada saat pertama kali bertemu dengan Anna dulu. Dia bahkan melupakan tentang kalimat yang membuatnya sangat penasaran itu. Mungkin semua hanya perasaannya saja, mungkin dia salah mendengar waktu itu. Bahkan Seunghyun enggan mengatakan kalau dia yang sudah mengantar Anna ke Rumah Sakit.

Ah Yoorin, gadis itu memang membuat sikapnya berubah banyak. Lagi-lagi seunghyun memarahi hatinya yang meningat Yoorin. Ini bukan waktu yang tepat.

Blue Iris. Jadi kau yang merekomendasikan bunga itu pada Youngbae ssi?”

Anna menunjuk buket bunga yang terletak di meja kecil, Seunghyun mengangguk.

“Bunga itu sangat bagus, seorang paman pernah merekomendasikannya padaku. Terima kasih…”

Anna senang sekali melihat Seunghyun tersenyum dengan gaya khas-nya. Dia juga tersenyum melihat sebuah bayangan yang duduk di sofa belakang Seunghyun. Bayangan itu sedang menatap Seunghyun dan tersenyum.

‘eonni, kau juga senang melihatnya? Dia anak yang baik dan tampan bukan?’

‘cklekk

Sebuah suara pintu yang terbuka membuat Seunghyun dan Anna menoleh. Seunghyun menyangka itu adalah Youngbae, tapi ternyata seorang Dokter. Seunghyun sedikit kaget karena orang yang sedang menatapnya itu adalah Dokter yang tadi bertemu dengannya di rumah duka. Akhirnya Seunghyun mengingat semuanya. Dia memang pernah bertemu dengan Dokter itu di suatu tempat, ruang emergency saat dia mengantarkan Anna ke Rumah Sakit.

Dokter itu – Kim Jaejoong- juga menatap Seunghyun dengan sedikit kaget.

“Jadi, pasien rekan bisnis yang akan kau jenguk itu, Anna”

Jaejoong mendekati keduanya, Seunghyun menjawab dengan anggukan dan Anna hanya tersenyum.

Oppa sudah mengenalnya?”

“Tadi kami tidak sengaja bertemu dan mengobrol di bawah. Ah rupanya kau juga membawa buket bunga Iris untuk Anna. Gomawoyo…”

Jaejoong tersenyum dan menunjuk buket bungan Iris di atas meja. Seunghyun mengangguk kecil, dia sedikit aneh dengan Dokter yang terlihat akrab dengan Anna. Mungkinkah mereka bukan sekedar pasien dan Dokter?

“Dokter yang sok tampan ini adalah namjachingu-ku”

Perkataan Anna menjawab pertanyaan Seunghyun. Lagi-lagi dia menjawab dengan anggukan, dilihatnya Jaejoong mendekati Anna dan duduk di ranjang pasien. Seunghyun tersenyum canggung melihat tatapan pasangan itu yang penuh cinta satu sama lain.

“Kau sudah punya yeojachingu?”

Anna menggoda Seunghyun, pertanyaan basa basi yang dia katakan tidak lebih hanya untuk membuat suasana menghangat kembali. Seunghyun sedikit kaget mendengar pertanyaan itu, dia tersenyum dan mengangguk.

“Ah, yeoja yang waktu itu mengantarmu ke apotek? Yang cantik dan manis itu? dia kah orangnya?”

Ne…”

Chukkae, kalian pasangan yang serasi. Kapan-kapan aku juga ingin bertemu dengannya. Dia gadis yang sangat ramah”

Dilihatnya Seunghyun mengangguk canggung, Anna senang sekali melihatnya. Sikap Seunghyun mirip sekali dengan seorang adik yang sedang di goda kakaknya. Jaejoong menatap Anna dengan wajah cemberut, merasa diabaikan. Kenapa Anna terlihat sangat ramah pada pemuda tampan di hadapannya itu? memangnya siapa dia?

Oppa, ini adalah direktur muda dari perusahaan rekan bisnisku. Meskipun aku yakin dia tidak suka dipanggil begitu. Kebetulan sebelumnya kami sudah pernah beberapa kali bertemu. Dulu dia namja yang sangat kasar dan menyebalkan, tapi hari ini dia datang dengan sangat hangat dan tampan. Namanya Choi Seunghyun, oppa tadi sudah berkenalan dengannya kan?”

Anna tertawa kecil dan Seunghyun tersipu malu. Jaejoong tidak berkutik, menatap Seunghyun dengan tajam, menyelidik. Dia sudah tidak memperhatikan lagi Anna dan Seunghyun yang asyik berbincang tentang beberapa hal. Dia masih kaget dengan pernyataan Anna. Nama namja di depannya adalah….. Choi Seunghyun? Bukankah adiknya Choi Hyewon itu bernama Choi Seunghyun? Bukankah namja yang berkencan dengan adiknya Junsu itu Choi Seunghyun? bukankah yang kemarin menolong Anna adalah Choi Seunghyun? Benarkah yang ada di hadapannya sekarang adalah Choi Seunghyun yang dia pikirkan?.

“Seunghyun ssi, sepertinya kita pernah bertemu sebelum ini. Apa kau yang siang itu membawa Anna ke sini? Orang yang menyelamatkan Anna?”

Ne, kebetulan aku sedang ada di perusahaan”

Jinjayo? Yaa, kenapa kau tidak bilang. Gomawoyo Seunghyun ssi. Kalau tidak ada dirimu mungkin aku sudah mati”

Ya Tuhan, bagaimana dunia ini terasa sempit? Kenapa Jaejoong tadi lupa menanyakan nama namja itu. Jadi inikah keluarga Choi Hyewon yang tersisa? Andai Jaejoong tahu kalau namja di hadapannya itu Choi Seunghyun, mungkin dia akan mencegah pertemuan ini. Anna akan shock kalau bertemu dengan keluarga pasien.

Jaejoong menelan ludah. Shock? Spontan dia menoleh ke arah Anna, lalu ke arah kardiograf yang mencatat grafik teratur dari kerja jantung Anna. Kenapa? Kenapa Anna baik-baik saja saat bertemu Seunghyun? tidakkah seharusnya dia merasa kesakitan? Malah Anna sejak tadi sangat riang berbincang dengan Seunghyun, tidak ada tanda-tanda collapse.

Dan jika dia memang adiknya Choi Hyewon?

Jaejoong mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dia sudah mengabaikan Anna dan seunghyun yang tertawa bersama, entah sedang membicarakan apa. Jaejoong mencarinya. Mencari jiwa Hyewon yang selalu ada di dekat Anna.

‘Hyewon ssi, kau ada di sini sekarang? Kau menyadari kalau adikmu datang? Wae? Kenapa Anna baik-baik saja? Apa sekarang kau tidak mengganggu Anna lagi? apa kau sudah pergi ke alammu? Hyewon ssi, tolong biarkan aku melihatmu’

Jaejoong masih menatap lekat  setiap jengkal ruangan, dia berharap ada tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan Hyewon. Tapi hingga Seunghyun mendapatkan telepon dari Youngbae, hingga Seunghyun berpamitan pulang (dan berjanji untuk datang lagi), Jaejoong tidak menemukannya. Tentu saja, karena hanya Anna yang bisa melihatnya.

‘Hyewon ssi, jadi haruskah aku mengatakan kenyatannya pada mereka berdua?’

***

“Seunghyun ssi…!!!”

Seunghyun sudah sampai di lobi Rumah Sakit saat seseorang memanggil namanya, dia menoleh dan melihat Jaejoong berlari kecil menghampirinya. Seunghyun menaikkan satu alisnya, bertanya lewat ekspresi wajahnya.

“Bisakah kita bicara sebentar…”

Seunghyun melirik jam tangannya, masih ada waktu setengah jam lagi sebelum latihan teater di kampus mulai. Youngbae sudah kembali ke perusahaan. Tidak ada salahnya berbincang dengan Dokter ini. Yoorin selalu mengatakan untuk menghargai orang lain. Seunghyun mengangguk kepada Jaejoong ‘baiklah’. Jaejoong tersenyum mengucapkan terima kasih. Lalu dengan isyarat tangan menunjuk beberapa kursi yang kosong di lobi Rumah Sakit. Dia menyempatkan diri membawa 2 kaleng cola yang dibelinya di mesin minuman. Lalu menghampiri seunghyun yang sudah duduk.

Gomawoyo..

Cheonman…

Seunghyun membuka kaleng cola yang diberikan Jaejoong, meneguknya. Dia masih menunggu Dokter itu membuka percakapan. Apa sebenarnya yang ingin Dokter itu bicarakan?

“Apa aku boleh tahu siapa yang baru saja kau sapa di rumah duka?”

Satu pertanyaan awal dari Jaejoong. dia mengucapkannya dengan sangat hati-hati, khawatir Seunghyun akan menjawab dengan ketus atau bahkan tersinggung. Paman Kang mengatakan pada Jaejoong kalau Seunghyun sangat dingin dan sedikit kasar.

“Seseorang yang di sisa hidupnya mengharapkan maafku. Mungkin. Aku juga tidak tahu dengan pasti, karena aku tidak pernah bertemu dengannya lagi, sejak 3 tahun yang lalu. Tiba-tiba aku mendengar kabar kalau dia sudah meninggal, jadi aku memutuskan untuk menyapanya”

Diluar dugaan Jaejoong, seunghyun menjawab pertanyaan itu dengan lancar. Tanpa ekspresi marah atau tersinggung, malah dengan sedikit senyum.

“Dulu saat aku masih kuliah, aku punya seorang sahabat yang sangat baik. Dia sangat pintar, ramah, hobi bermain bola dan suaranya sangat bagus. Tentu saja dia akhirnya memutuskan untuk jadi dokter daripada penyanyi… dia orang yang sangat baik, bahkan terlalu baik, punya kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Bahkan dia selalu menitikkan airmata saat orang lain kesulitan… perasaaanya halus seperti yeoja

Jaejoong tertawa kecil, membuat Seunghyun menatapnya lekat. Apa hubungannya denganku?

“Setelah lulus dari Universitas Nasional Seoul, aku memutuskan mengambil studi profesiku di Jerman. Sedangkan dia melanjutkan studi di almamater kami, dan juga bekerja di Rumah Sakit ini. Kami lama sekali tidak bertemu. Setahun lalu aku kembali ke Seoul, dan menemukan kenyataan kalau ternyata dia sudah meninggal”

Seunghyun memainkan kaleng minuman yang sudah kosong di tangannya. Menunggu cerita selanjutnya dari jaejoong. Tidak berniat mengganggunya sedikitpun.

“Dia meninggal karena bunuh diri….”

Seunghyun menoleh, menatap Jaejoong. Bunuh diri? Kenapa?

Jaejoong menghela napas “Dia dituduh melakukan malpraktek saat operasi, pasien itu meninggal. Dan sialnya pasien yang meninggal itu adalah yeojachingu-nya sendiri. Sahabatku itu sangat depresi, terutama karena keluarga pasien itu tidak mau memaafkannya, malah menganggapnya seorang pembunuh…”

Seunghyun terkesiap, dicengkramnya kaleng minuman dengan erat. Mata elangnya menatap tajam Jaejoong, yang justru menatapnya dengan sangat lembut.

“Dia sangat menyukai Blue Iris. Aku baru mengetahui beberapa waktu lalu saat mengunjungi rumah dan makamnya di Busan. Makanya aku sangat tertarik saat tadi kau membawa bunga itu. Sekarang setiap aku melihat bunga itu aku akan selalu ingat padanya. Sahabatku yang malang itu, dia bahkan tidak sempat menggapai mimpinya, membangun rumah sakit gratis bagi orang yang tidak mampu”

Jaejoong menangkap kilatan mata yang penuh rasa penasaran dari Seunghyun. tapi dia berusaha sabar, mengulur waktu, mencari celah. Untuk memastikan sesuatu yang sejak tadi mengganjal pikirannya. Jaejoong tersenyum tipis.

Mianhae kalau aku menceritakan hal yang tidak penting itu padamu, Seunghyun ssi. Aku bahkan mengganggu jadwal kerjamu yang sibuk. Aku hanya… ingin meminta buket bunga Blue iris yang tadi kau letakkan di rumah duka. Aku ingin menaruhnya di makamnya, jika nanti aku berkunjung”

Seunghyun menghela napas, jadi hanya itu yang ingin disampaikan Dokter itu? tidak penting bukan? Padahal seunghyun sudah menduga kalau mereka berdua membicarakan orang yang sama, ternyata hanya obrolan tidak jelas. Tapi dia tidak marah hanya mengangguk.

Ne.. Ambil saja. Lagipula aku sudah meletakkannya di sana, berarti itu bukan milikku lagi”

Jaejoong mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. Seunghyun melirik jam tangannya lagi, waktunya berangkat ke kampus. Dia berdiri dan mengucapkan pamit pada Jaejoong.

“Aku sangat senang bertemu denganmu, Seunghyun ssi. Kau teman ngobrol yang sangat menyenangkan. Terima kasih sudah mau mendengar ceritaku yang tidak penting, terima kasih sudah menolong dan menjenguk Anna. Kapan-kapan kita harus main billiard dan naik gunung bersama”

Cheonman, Dokter Kim. Ne, aku juga sudah lama tidak bermain bililiard

“Ah ya, rasanya terlalu formal kalau kau memanggilku seperti itu. Maukah kau memanggilku, hyung?”

Seunghyun mendelik, mereka baru saja bertemu dan dokter itu sudah meminta dipanggil hyung. Baiklah, itu juga bukan hal yang penting, kan? Seunghyun mengangguk.

Ne, Jaejoong hyung…”

Jaejoong tersenyum dan membiarkan seunghyun berbalik meninggalkan dirinya. Apa yang ingin diketahuinya sudah dia dapatkan. Sekarang hanya tinggal memastikan satu hal lagi, yang sangat penting. Maka tepat saat Seunghyun baru saja melangkah, Jaejoong berkata dengan suara tegas.

“Namanya Kim Junsu…”

Tepat sesuai dugaan Jaejoong. Seunghyun mendadak menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Jaejoong dengan tatapan menyelidik.

“Sahabatku yang meninggal itu bernama Kim Junsu. Dia Dokter spesialis jantung di Rumah Sakit ini, dan dia dimakamkan di halaman belakang rumahnya di Busan, di tengah hamparan bunga Blue Iris..”

Suara Jaejoong terdengar pelan, tapi kekuatan kalimat Jaejoong itu sangat dahsyat bagi Seunghyun. Dia berdiri tegap sambil menatap Jaejoong, tangannya mengepal, rahangnya mengatup keras menahan emosi. Tapi mata elangnya terlihat sendu. Sangat sendu.

Keduanya bertatapan. Seakan berusaha mencari tahu informasi lewat tatapan mata. Seunghyun menghela napasnya yang sesak lalu dengan suara berat dan lirih berkata,

“Sampaikan pada sahabatmu. Kalau maaf yang dicarinya sudah dia dapatkan. Walaupun kata maaf itu lama sekali diucapkan, mungkin juga terlambat. Tapi dia sungguh sudah mendapatkan maaf yang dicarinya itu. Tolong sampaikan pada sahabatmu, Jaejoong hyung…. Aku mohon…”

Seunghyun tidak membiarkan Jaejoong melihat matanya yang merah menahan sesak di dadanya. Maka sebelum Jaejoong menangkap kegetiran itu, seunghyun sudah berbalik dan berjalan cepat keluar dari Rumah sakit. Bahkan setengah berlari menuju mobilnya, memasukinya dengan cepat. Dia menghempaskan tubuhnya di jok mobil, lalu memejamkan matanya.

Satu bulir airmata menyusup keluar dari matanya yang terpejam, disusul dengan yang lainnya.

“Ya Tuhan.. apa yang telah kulakukan? Jadi Dokter itu meninggal karena bunuh diri? Karena aku? Dia meninggal tanpa mendapatkan maafku?”

Seunghyun mulai terisak dan akhirnya menelungkupkan kepalanya di setir. Jadi sebetulnya, tokoh antagonis itu adalah dirinya? Mengapa ketika dia memutuskan melupakan semuanya, justru kebenaran itu mulai terungkap satu per satu, padahal Seunghyun sudah tidak mau tahu lagi. Seunghyun mendongakkan wajahnya, menyeka air mata dengan ujung jasnya. Dia tidak mau terlarut sedih dalam semua penyesalan ini.

“Junsu hyung… aku memaafkanmu, sungguh. Dan aku berharap kalau kau juga mau memaafkan aku”

Sudut bibirnya mengukir senyuman tulus. Dia memutar kunci mobil dan menarik perseneling mobil, lalu dengan perlahan meninggalkan areal Rumah Sakit. Latihan teater menunggunya, dan dia tidak mau anggotanya menunggu lama.

Di pintu Rumah Sakit, Jaejoong menghela napas, menatap mobil Lamborghini hitam yang berjalan semakin menjauh. Dia tersenyum lega. Pertanyaan terbesarnya sudah terjawab. Padahal tadi dia sudah ragu untuk menceritakan semuanya pada Seunghyun, bahkan Jaejoong sempat tidak berani memanggil seunghyun. Dia sudah memutuskan untuk tidak terlibat dalam cerita ini. Tapi ini sesuatu yang menyangkut Anna, maka dia harus memastikan hal itu.

‘Hyewon ssi, sekarang aku tahu kenapa Anna tidak mengeluh sakit saat bertemu dengan adikmu. Kau sudah merasa lega, bukan? Karena Seunghyun sudah memaafkan Junsu, bahkan dia baik hati sekali mau menyapa Junsu di rumah duka. Kau merasa lega karena adikmu tidak memaki Junsu lagi, kan? Itu kah alasan kau kembali pada Anna? Kau kembali demi Junsu? Demi meluruskan semua kekeliruan itu’

Jaejoong tersenyum,

‘Apapun alasannya sekarang, aku sangat berterima kasih. Kau sudah mau melindungi Anna. Mianhae, aku hanya akan membantumu sampai disini saja. Aku tidak akan memberitahu ceritanya pada Seunghyun, tentang Anna, tentang yoorin juga Jiyong. Ada yang lebih berkuasa menuntun jalan hidupnya. Ah, aku juga berterima kasih karena seunghyun mau memanggilku hyung, itu sangat menyenangkan’

Jaejoong menghela napas lega dan berbalik masuk kembali ke Rumah Sakit. Pasien lain menunggunya. Dia tersenyum dengan kondisi Anna yang semakin baik, semoga tidak ada sesuatu yang membuat Anna sakit lagi. Dia juga harus mendiskusikan tentang perawatan Anna dengan Dokter Park.

Jaejoong sekali lagi tersenyum dan memencet tombol lift.

‘Junsu yaa… kau sudah tenang sekarang…’

***

“Apa yang kau rasakan sekarang? Kau merasakan sakit? Sesak? Atau apa?”

Anna menggeleng dengan yakin “Aku baik-baik saja oppa, semuanya baik-baik saja, wae? Apa sesuatu terjadi padaku?”

Jaejoong juga menggeleng, sambil kembali menatap kardiograf yang menunjukkan grafik teratur, tidak ada sesuatu yang salah. Jadi benarkah Anna memang tidak merasakan apa-apa setelah bertemu dengan Seunghyun? Jaejoong menghela napas lega lalu dia mengusap kepala Anna.

“Kau tahu siapa nama yeoja yang sudah mendonorkan jantung itu padamu?”

“Hyewon… aku mendengarnya dalam mimpiku. Meski aku juga tidak yakin”

Jaejoong mengangguk “lebih tepatnya Choi Hyewon. Dia punya seorang adik laki-laki. Kemarin kau pingsan di perusahaan miliknya. Seorang paman dan pemuda yang menolongmu…”

Anna menatap Jaejoong tidak percaya “Jadi yang menolongku…..”

“Adik dari yeoja itu, namanya Choi Seunghyun….”

Anna mencengkram lengan Jaejoong “Jadi… Oppa…”

“Kau sudah bertemu dengannya tadi, sudah berbincang dengannya. Awalnya aku tidak mau memberitahumu karena aku takut sesuatu terjadi padamu. tapi ternyata tadi kau baik-baik saja. Aku pikir itu karena Seunghyun sudah memaafkan Junsu. Satu dari banyak hal yang membebani Choi Hyewon”

Anna terdiam, lalu menoleh kea rah bayangan yang sedang duduk di sofa, yang juga menatapnya lekat. ‘Eonni, benarkah itu semua?’

Oppa.. kalau begitu aku ingin bertemu dengan Seunghyun. dia harus tahu kalau aku yang menerima jantung itu. dia harus tahu kalau noona-nya ada di sini. Kalau noona-nya sangat merindukannya. Ayo oppa, kita harus mengatakan semuanya…”

Jaejoong menggeleng “Tidak sekarang… Seunghyun belum tahu semuanya. Bahkan mungkin masih bisa menerima kehadiranmu. Kita akan mencari waktu yang tepat. Kau harus tetap bersikap seperti biasa padanya. Berlaku baik padanya.. sampai saat itu tiba, percayalah padaku”

Anna terdiam. Jadi perasaan nyaman dan hangat saat dia bertemu Seunghyun itu adalah suatu petunjuk kalau Seunghyun itu adiknya Hyewon? Kenapa dia bisa melupakan kalau di mimpi itu, Hyewon mengucapkan nama Seunghyun berulang-ulang. Anna menghela napas, semoga seunghyun mau menerimanya.

“Aku akan menemui Dokter Park dulu. Kami harus mendiskusikan kesehatanmu”

Jaejoong mengecup kening Anna, lalu keluar ruangan.

***

“Hari ini sangat melelahkan?”

Seunghyun tidak menjawab pertanyaan retoris Paman Kang. Dasinya yang terlepas, kemeja yang kusut, harusnya sudah bisa menjawab pertanyaan itu. Tentu saja hari ini sangat melelahkan, setelah urusan pekerjaan itu, Seunghyun kembali harus berkutat dengan kata menyebalkan saat latihan teater di kampus tadi sore. Para pemainnya belum menunjukkan peningkatan akting yang bagus.

“Kau sudah makan malam? Kalau belum aku akan menyiapkannya sekarang”

Seunghyun menggeleng “Tadi aku sudah makan di kampus, dengan anggota klub teater”

Tadi sore anggota klub teater –terutama Seungri- menyambutnya dengan sangat antusias, karena Seunghyun baru saja jadi direktur. Mereka memaksa minta traktiran makan malam, maka Seunghyun kemudian menghabiskan waktu di kafe bersama mereka. Hingga selarut ini dia baru pulang ke rumah. Walau sangat menyebalkan, tapi anggota klub teater adalah keluarganya.

Seunghyun melangkah gontai ke lantai atas, menuju kamarnya. Youngbae malam ini tidak menginap. Entahlah apa yang dilakukan namja berambut mohawk itu, mungkin sedang berkencan. Padahal Seunghyun mau meminta bantuannya untuk mempelajari dokumen-dokumen bisnis yang dia bawa ke rumah.

Suasana temaram menyambut Seunghyun di kamarnya, dia meraba saklar dan menyalakan lampu. Seunghyun membuka kancing kemejanya. Lalu menghempaskan tubuh di ranjang super besarnya, terlentang memandang langit-langit kamar. Pikirannya kembali membenak ke kejadian tadi sore, saat Jaejoong tidak sengaja menceritakan kisah Junsu.

Apa seharusnya Seunghyun mendatangi makamnya untuk minta maaf secara langsung?

Seunghyun menghela napas, dia butuh seseorang untuk memeluknya saat ini. Saat hatinya sedang merasa resah. Seunghyun membutuhkan Yoorin tapi yeoja itu tidak bisa dihubungi, bahkan hanya sekedar untuk memberitahukan kabar. Seunghyun merindu pada Yoorin yang selalu menguatkannya. Padahal dia baru 23 jam berpisah dengan Yoorin.

‘Sayang, kau ada dimana? Mengapa kau tidak memberiku kabar? Aku merindukanmu… sungguh merindukanmu… tidakkah kau juga merasakan hal yang sama?’

Seunghyun mendesah resah. Tubuh lelahnya menuntut istirahat, dia lalu memejamkan mata. mungkin tidur sebentar akan membuat pikirannya lebih jernih. Malam ini dia akan begadang untuk mempelajari dokumen itu juga membaca beberapa buku bisnis milik Youngbae. Mungkin tidur akan membuat rindunya bertemu nyata, mungkin dia akan bertemu Yoorin.

Seunghyun meraih guling, dan memeluknya.

‘Yoorin ah… aku menunggumu pulang.. aku menunggumu datang dalam mimpiku’

***

Yoorin… gadis kecilku yang sangat manis..

Aku tahu kau pasti akan menemukan ini, cepat atau lambat kau akan membaca semua ini. Karena disini lah tempat kita berdua menanam bibit bunga Iris yang pertama.

Mianhae,

Karena acara ulangtahunmu harus berantakan hanya karena aku tidak datang. Kau pasti sangat kecewa kan?

Mianhae,

Karena akhir-akhir ini, selama beberapa bulan belakangan ini, aku lebih sering berdiam diri di kamar. Menatap kerlip lampu malam dari kejauhan. Aku mengingkari janji untuk mengajarimu naik kuda, aku tidak mewujudkanmu untuk berlibur ke pantai.

Kau benar yoorin, seharusnya aku tidak larut dalam semua kesedihan. Menyimpan semua sesak ini sendirian. Rasanya sungguh sesak, dan sakit..

Aku tidak sedang putus asa atau depresi seperti yang dikatakan oleh orang lain.

Aku hanya sedang menghukum diri, atas kesalahan besar yang telah kulakukan.

Yoorin, kau tahu kenapa aku pergi dari Seoul? Kau tahu kenapa aku memutuskan pensiun dari Dokter?

Oppa-mu yang selalu kau banggakan ini, adalah seorang pembunuh!!

Aku membunuh Hyewon, eonni yang sangat kau sayangi itu…

Bukan hanya membunuh, tapi juga menghancurkan kehidupan sebuah keluarga..

Yoorin, tolong jangan maafkan aku. Karena aku tidak pernah layak untuk mendapatkan kata maaf.

Tolong jangan pernah menganggap aku oppa yang membanggakan. Aku adalah pembunuh, aku juga seorang pengecut. Aku tidak pernah berani meminta maaf padanya, jika dia mengusirku.

Pemuda itu, pemilik mata elang itu, menatapku tajam, mendesis menakutkan. Dia memaki, tapi juga menangis saat bersamaan. Dia marah tapi meratap di detik yang sama. Umurnya baru 20 tahun, dan dia harus hidup sendirian. Aku telah mengambil seseorang yang selalu jadi malaikat baginya.

Namanya Choi Seunghyun, dia adalah namja yang baik…

Kau tahu, dia itu memenangkan medali kejuaraan taekwondo tingkat nasional. Dia tampan sekali. Cool… banyak yeoja yang suka padanya… tapi aku menghancurkan hidupnya dalam satu kali tepukan. Dia adalah adik Hyewon.

Yoorin…. Aku harus pergi, sama sekali bukan untuk menghindari takdir kehidupanku. Tapi aku merasa lelah menghadapi sisi jahatku.

Jika, kemudian aku benar-benar pergi. Maukah kau membantuku?

Tolong datangi dia… katakan padanya kalau aku sangat meminta maaf padanya. Katakan padanya kalau aku akan menjaga Hyewon selamanya. Kau harus menemuinya. Kau harus menemaninya. Kau harus mengembalikan semangat hidupnya.

Dan aku sangat yakin kau akan jatuh cinta padanya? ^^

Aku mohon padamu, yoorin ah… hanya dirimu yang aku punya.

Mianhae, kalau oppa selalu menjahilimu selama ini. Oppa sungguh sangat berterima kasih pada Tuhan, karena telah memberikan oppa seorang gadis manis dan pintar sepertimu. Aku sangat menyukai senyumanmu, maka jangan pernah berhenti tersenyum demi aku. Tolong jangan tangisi kepergianku.

Sesungguhnya aku tidak pernah pergi, aku akan berubah jadi bintang yang sangat besar di langit. Bergabung dengan Cassiopeia. Kapanpun kau merindukanku, pejamkan mata lalu pandanglah langit malam. Aku ada disana, sedang menunggumu. Karena kita akan bertemu lagi.

Aku berjanji kita akan bertemu lagi, suatu hari nanti… saat kau menemuiku.

Mianhae Yoorin ah… aku menyayangimu tidak berbatas tepi. Seperti nilai tangent 90 derajat… tak terdefinisikan.

Kim Junsu

Semilir angin malam membisik Yoorin, membuat helai rambutnya berantakan. Dia melipat surat yang tadi dibacanya. Surat yang ditemukannya bersama diari Junsu. Surat yang jadi awal dari semua cerita ini. Yoorin selalu membawanya, juga surat beramplop biru yang seharusnya dia serahkan pada Seunghyun. Yoorin menyimpan surat itu di saku celana, lalu duduk memeluk lutut, memandang langit yang sangat cerah.

Atap rumah yang sangat indah. Yoorin tidak bisa tidur, dia tidak terbiasa dengan suasana kamar yang berbeda. Mungkin bukan itu alasannya, Yoorin tidak bisa tidur karena sedang memikirkan banyak hal. Bagaimana mungkin bisa memejamkan mata saat seperti ini. Maka dia naik ke atap, lewat tangga yang terhubung dari gudang di seberang kamarnya.

Banyak bintang bertaburan malam ini, Yoorin sedang mencari Cassiopeia. Rasi bintang besar tempat oppa-nya akan tinggal. Dia tersenyum menemukan rasi bintang berbentuk ‘W’ itu di ufuk barat. Cahayanya berpendar, saling menguatkan. Sangat indah. Yoorin berbisik kerinduan pada oppa-nya, mengatakan betapa dia sangat merindukan oppa-nya. Sedikitpun Yoorin tidak pernah melupakannya.

Dia menghela napas..

Dia juga mendetak merinduan pada Seunghyun. Namja yang teramat dicintainya. Sedang apa dia di Seoul?

‘Seunghyun oppa… kau sedang apa? Aku merindukanmu, teramat sangat merindukanmu. Seharian ini aku sangat merindukanmu. Apa kau juga merasakan hal yang sama? Jika iya, maka keluarlah, pandangi langit malam. Maka kerinduan kita akan bertemu, karena kita sedang memandangi langit yang sana..’

Yoorin menahan napas.

Ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang, ada sesosok tubuh yang ikut duduk di belakangnya. Lalu Yoorin merasakan sapuan napas di lehernya, sebuah ciuman, kecupan menyapu tengkuk lehernya juga telinganya, rasanya hangat.

“Kau seharusnya memakai jaket.. Angin malam ini sangat kencang, aku tidak mau kau sakit. Chagiya…”

Jiyong mendekap tubuhnya sangat erat, hingga Yoorin merasa tubuhnya sedikit sesak. Yoorin membiarkan Jiyong melakukannya, dia hanya diam saja, lelah berdebat dengan jiyong sepanjang hari. Jiyong masih menciumi lehernya, lalu meletakkan dagunya di pundak Yoorin.

“Terima kasih… karena kau sudah mau memberikanku kesempatan untuk mengulang romansa manis kita 2 tahun lalu. Terima kasih karena kau telah memberikanku kesempatan untuk berjuang mendapatkan hatimu lagi”

Yoorin terdiam. 2 tahun lalu dia dan Jiyong memang punya kenangan manis, berlibur berdua saja di sebuah desa di Paris. Saat itu dia memang menikmatinya, merajuk manja pada Jiyong. Tapi itu dulu, sebelum bertemu dengan Seunghyun.

“Kau sedang melihat apa?”

Cassiopeia… Junsu oppa

Hanya jawaban pendek yang diucapkan Yoorin. Tidak mungkin dia mengatakan kalau dia sedang mempertemukan rindu dengan seseorang yang berada di Seoul. Yoorin sudah berjanji tidak akan mengucapkan nama itu di depan Jiyong. Menghargai perasaannya. Di sela pelukan, Jiyong meraih jemari tangan Yoorin, lalu memasangkan sebuah cincin putih bermata rubi. Itu adalah cincin pertunangan mereka.

“Selama bersamaku kau harus selalu memakainya… jemarimu yang cantik akan jauh lebih indah dengan cincin ini. Bukankah dulu kau sendiri yang memilihnya?”

Yoorin membiarkan cincin itu tersemat di jarinya, lalu mengelus jari Jiyong yang sedang mendekapnya. Di jari Jiyong juga tersemat cincin serupa, bahkan Jiyong sama sekali tidak pernah melepasnya sekalipun. Yoorin memegang tangan Jiyong, lalu melepaskan pelukan namja itu dengan perlahan.

“Aku lelah Jiyongie… Aku mau tidur sekarang, ini sudah lewat jam 11… selamat malam”

Yoorin melangkahkan kaki meninggalkan Jiyong yang menatapnya.

“Aku tidak mengijinkanmu tidur sendirian malam ini..”

Yoorin menoleh lagi, Jiyong tersenyum sambil mengedipkan matanya, menggoda. Tapi senyuman itu berubah jadi tawa yang lebar, Jiyong menertawakan Yoorin.

“Tentu saja aku tidak akan melakukannya. Wajahmu itu sangat lucu chagiya,, kau terlihat sangat terkejut dan panik. Kajja, kita istirahat sekarang. Besok pagi-pagi sekali kita harus membantu pemilik peternakan untuk memerah susu sapi”

Jiyong mengedipkan mata, mendekati Yoorin dan mengecup keningnya. Berbisik mesra ‘selamat malam, sayang’ lalu dia turun dari atap, membiarkan Yoorin mengikutinya. Jiyong menghela napas, sesungguhnya dia tahu siapa yang ada di pikiran Yoorin tadi. Jiyong sangat tahu kalau Yoorin merindukan Seunghyun. Tapi Jiyong tidak akan peduli, tidak mau peduli. Dia tidak melakukan sesuatu yang menentang hukum kan?

Jiyong hanya sedang berusaha merebut sesuatu yang seharusnya jadi miliknya. Yoorin memang miliknya sejak awal. Seunghyun hanya orang ketiga yang tidak berguna.

***

Seunghyun menggeliat, mengerjap bangun. Dia tidur dengan lelap tapi seseorang mengganggunya, Paman Kang sedang melepas sepatunya. Seunghyun baru sadar kalau dia masih memakai sepatu saat tidur. Seunghyun hanya diam memperhatikan paman Kang, yang sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri. Keluarganya satu-satunya sejak Hyewon meninggal.

“Ini jam berapa?”

Seunghyun duduk sambil menggerak-gerakkan kepalanya yang terasa pegal, dia lalu membuka kemejanya, telanjang dada.

“1 dinihari, kau bahkan tertidur tanpa melepas sepatu dan juga belum mandi. Sungguhkah bekerja di perusahaan itu sangat melelahkan?”

Seunghyun menggeleng. Memang bekerja di perusahaan itu sangat melelahkan baginya, tapi dia mau berusaha untuk belajar. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya, tentang Yoorin juga Junsu. Paman Kang memberinya segelas jeruk panas yang dicampur madu. Seunghyun meneguknya hingga tandas.

“Aku berbohong padamu…”

Perkataan Paman Kang nyaris tidak terdengar tapi kalimat itu cukup membuat Seunghyun mendongak menatap raut muka pria setengah baya itu. Paman Kang duduk di sofa kamar.

“Hadiah itu… aku tahu siapa yang mengirimkannya. Setiap tanggal 14, ketika aku menerima kado ulangtahun itu. Aku tahu siapa yang mengirimkannya untukmu”

Nuguya?”

Paman Kang menatap Seunghyun “Dokter itu… Kim Junsu”

Seunghyun tidak kaget mendengarnya, bukan karena dia tidak penasaran lagi dengan semuanya. Tapi dia memang sudah menduga kalau Junsu yang mengirimkannya. Seunghyun hanya mengangguk, ‘lanjutkan’.

“Dia mengirimkannya sebagai permintaan maaf padamu. Sejak dulu dia selalu berusaha minta maaf padamu. Aku juga kaget saat seseorang itu mengatakan kalau Junsu menyuruhnya untuk menemanimu, maka dia selalu mengatakan kalau dia adalah teman jauhmu”

“Apa paman juga tahu kalau Dokter Junsu itu adalah namjachingu noona? Dan dia meninggal karena bunuh diri?”

Sekarang justru paman Kang yang kaget dengan pertanyaan Seunghyun, dia hanya menjawab dengan anggukan.

Mianhae, aku ber…”

Gwaenchana, aku tidak marah. Paman melakukannya karena memang waktu itu kondisiku sedang labil dan egois. Aku sudah tahu semuanya dari seseorang dan aku juga sudah minta maaf pada Junsu. Aku memang bersalah padanya. Sudahlah paman… aku tidak mau membicarakan masalah ini lagi. semuanya bagiku sudah berakhir”

Seunghyun berdiri dan mengambil sebuah kaos dari lemari, memakainya dengan cepat.

“Apa kau tidak mau tahu orang yang sudah mewakili Junsu untuk mengirimkan semua hadiah itu?”

“Tentu saja aku ingin tahu, ingin mengucapkan terima kasih pada orang itu. Tapi tidak harus dalam waktu dekat kan?”

Dia melirik tumpukan dokumen yang terletak di meja. Akan ada banyak hari sibuk untuknya. Hanya mengurus masalah yang tidak penting seperti itu, Seunghyun tidak akan punya banyak waktu luang. Ah, mungkin nanti dia bisa meminta Yoorin untuk menemaninya menemui orang itu. Seunghyun meraih tumpukan dokumen itu. Memutuskan begadang di balkon kamar, rasanya dia butuh angin segar, walau udara malam bisa membuatnya pilek. Paman kang menghela napas. Sebelum Seunghyun melangkah keluar kamar, Paman Kang menaruh kertas di atas dokumen Seunghyun.

“Itu adalah alamat rumah orang itu, mungkin kau harus menyempatkan diri untuk menemuinya”

Setelah itu Paman Kang keluar kamar, membiarkan Seunghyun sendirian. Paman Kang memutuskan untuk tidak menceritakan masalah Yoorin dan Jiyong pada Seunghyun. Biarkan Seunghyun mengetahuinya sendiri, jika memang dia ingin mengetahuinya.

Seunghyun membaca sekilas alamat itu, memasukkan kertas itu ke saku celana lalu menuju balkon dengan setumpuk dokumen di tangannya. Melupakan alamat itu, yang dianggapnya tidak penting. Dia lebih asyik mempelajari hal yang baru baginya.

Melupakan hal yang sangat penting.

Cahaya terang dari semua kisah gelap di hidupnya.

***

Hari kelima keberadaannya di rumah sakit, Anna sudah sehat. Sembuh lebih cepat dari perkiraan Dokter. Entah apa yang sudah terjadi. Sejak tadi pagi Anna sudah riang tersenyum, menyapa para perawat yang keluar masuk ruangannya. Hari ini dia diijinkan untuk meninggalkan Rumah Sakit dengan segala peraturan dari dokter. itu bukan masalah besar baginya, karena dia punya Jaejoong.

Tuan Lee sudah kembali ke New York, ada banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkannya. Hanya nyonya Lee yang menemani Anna pagi ini, yang sejak tadi menatap putri cantiknya dengan bahagia.

“Jaejoong sudah membicarakan banyak hal denganku semalam, dia bilang ingin menjagamu. Meminta ijin untuk tinggal bersamamu”

Anna memandang ke arah ibunya yang sedang melipat baju juga peralatan lainnya.

“Bagaimana menurut eomma?”

“Aku harus menemani appa-mu di New York, juga aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian disini. Mungkin itu pilihan yang tepat. Tapi, apa tidak sebaiknya kau menikah saja dengannya?”

Anna tidak menjawab. Dia memang mencintai Jaejoong, bahkan sejak dulu hanya Jaejoong yang dia cintai. Tapi memutuskan menikah jelas bukan keputusan yang mudah. Apalagi mereka baru bertemu lagi beberapa waktu lalu. Anna ingin mengenal Jaejoong lebih dalam, lebih banyak sebelum akhirnya menikah.

“Aku mau menyelesaikan masalah administrasi Rumah Sakit, Jaejoong akan datang sebentar lagi”

Anna hanya mengangguk malas pada ibunya yang beranjak meninggalkan ruangan. Dia kembali terpaku dengan ponselnya. Sejak tadi dia sibuk, bertukar pesan lewat email dengan seseorang. Dia memberikan kursus singkat tentang binis pada Seunghyun. Sejak pertemuan di Rumah Sakit, Seunghyun banyak menghubunginya. Ah anni, lebih tepat jika dikatakan kalau Anna yang menghubunginya. Mereka akan berdiskusi tentang banyak hal. Anna seperti menjadi mentor bisnis untuk Seunghyun. Anna senang melakukannya.

Hari ini Seunghyun akan melakukan perjanjian bisnis yang penting, maka sejak tadi Anna memberikan beberapa saran lewat email, memastikan Seunghyun tidak salah mengambil keputusan. Dia memutuskan sambungan koneksi email-nya saat Seunghyun memberitahu akan memulai negoisasi bisnisnya. Pandangan Anna terantuk pada sosok yang amat dikenalnya, yang sedang tersenyum padanya.

Eonni…

Anna menyapa, sosok Hyewon yang dilihatnya itu perlahan mendekat dan duduk di ujung ranjang pasien. Memperhatikan Anna.

“Terima kasih, karena eonni sudah menuntunku untuk melihat peristiwa itu. meski pada awalnya aku merasa sangat shock, tapi ternyata itu membuatku lebih baik”

Anna tersenyum melihat bayangan itu mengangguk padanya. Dia tidak akan pernah bisa melupakan apa yang sudah dilihatnya dalam mimpi. Menurut Jaejoong dia bahkan hampir meninggal saat itu, tapi Anna bersyukur mengalami semuanya, karena di tahu tentang fakta dan kenyataan yang selama ini tidak pernah diketahuinya. Meski itu tidak menjawab banyak hal.

“Seunghyun…. dia anak yang baik. Bolehkah aku menggantikanmu sebagai noona-nya? Meski aku dan dia hanya berbeda setahun”

Eonni… Mianhae, aku tidak berani untuk mengatakannya pada Seunghyun. Aku hanya takut dia akan membenciku karena aku sudah mengambil jantungmu. Ah, ataukah aku memang layak untuk dibenci?”

Bayangan Hyewon menggeleng. Lalu Anna merasakan sebuah pelukan yang hangat sekali. Mendekapnya.

“Andai aku bisa memutar waktu, mungkin aku akan menolak untuk mendapatkan donor jantung darimu. Kau tidak akan meninggal dan namjachingu-mu itu juga tidak akan memutuskan untuk bunuh diri. Maafkan aku, eonni….”

Pelukan itu semakin terasa erat. Anna tahu, hyewon tidak menyalahkannya. Tidak ada yang bisa menghindar dari takdir kehidupan. Tidak ada yang salah, tidak ada yang harus disalahkan, karena itu memang sebuah takdir.

‘cklekk

Pintu ruangan rawat Anna terbuka, dengan senyum terkembang Jaejoong masuk ruangan. Bayangan Hyewon melepaskan pelukannya dari Anna.

“Kau merasakan sesuatu?”

Anna menggeleng, menjawab pertanyaan Jaejoong. Dokter tampan itu duduk di ranjang di samping Anna, lalu mengelus rambutnya.

“Aku punya kabar baik untukmu.. kau tahu apa itu?”

“Bagaimana bisa menebak jawaban dari pertanyaan seorang dokter jantung”

Anna tersenyum manis, memainkan dasi silver yang dipakai Jaejoong.

“Yang pertama… kita akan menikah secepatnya. Aku sudah bicara dengan kedua orangtuamu dan mereka setuju, dan kita akan segera bertemu dengan kedua orangtuaku di Jerman. Kau senang mendengarnya?”

“Biasa saja…”

Jawaban Anna membuat Jaejoong tertawa, dia tahu kalau Anna tidak mengatakan yang sebenarnya. Itu terlihat dari matanya yang berbinar, Jaejoong jahil menjawil hidung Anna.

“Ada kabar yang lebih penting lagi… aku sudah berdiskusi dengan Dokter Park mengenai jantungmu. Kami membahasnya lama sekali. Kau tidak perlu melakukan transplantasi jantung lagi. kita hanya akan melakukan cangkok jantung, dan memasang alat pemantau detak jantung. Ini mukjizat Anna, bagaimana bisa jantungmu menjadi sehat. Padahal aku sudah hampir putus asa memikirkannya”

“Tapi bukankah aku tetap sakit?”

“Setidaknya itu bukan transplantasi jantung. Aku tidak harus melakukan hal itu padamu. karena aku tidak mau dan juga tidak siap. Transplantasi jantung selalu membawa cerita memilukan”

Anna menghambur ke pelukan Jaejoong, mendekap orang yang mencintainya itu.

Oppa… aku selalu berterima kasih pada Tuhan karena dia sudah mempertemukanku kembali dengan oppa. Aku mencintaimu Kim Jaejoong, Saranghae…”

Nado saranghae…

Jaejoong mengelus kepala Anna, menciumi rambutnya, lalu dia melepaskan pelukan, menatap gurat kecantikan di wajah Anna. Jaejoong tersenyum sebelum melumat bibir Anna, memberikan ciuman termanis di pagi ini, Anna membalasnya. Bibir mereka bertautan, saling melumat. Hingga Anna sedikit merasa sesak dan melepaskan ciuman. Anna memainkan anak rambut Jaejoong yang jatuh menutupi kening namja itu. Sungguh dia merasa beruntung memiliki Jaejoong di hidupnya. Mungkin inilah takdir, takdir kisahnya bersama Kim Jaejoong.

Jaejoong memegang dagu Anna hendak mencium bibirnya lagi, tapi anna menahan tangan Jaejoong. membuat Jaejoong mengerutkan kening. Wae?

Eonni sedang melihat kita. Sejak tadi dia menutup wajahnya karena malu. Kita tidak boleh melakukannya di depan eonni

Jaejoong hanya tersenyum mendengarnya, sedangkan Anna tertawa kecil dan memeluknya hangat. Jaejoong menghela napas. Baiklah, mungkin kedatangan jiwa Hyewon sudah membantu Anna dalam banyak hal, tapi jika jiwa itu terus menerus mengikuti Anna, bagaimana dia dan Anna bisa berkencan. Apa mungkin nanti setelah mereka menikah, Hyewon juga akan ikut menyaksikan mereka berhubungan? Yang benar saja.

Oppa, aku ingin mengunjungi makam eonni, juga makam Dokter Junsu. Maukah oppa mengantarku?”

“Tapi aku tidak tahu dimana makam agashi itu. Dan kalau makam Junsu kita harus ke Busan, aku tidak mengijinkanmu ke sana dalam waktu dekat. Kau harus banyak istirahat sebelum operasi dilakukan”

Anna cemberut pada Jaejoong, sebenarnya hanya pura-pura karena dia sendiri bisa mencari tahu makam Hyewon dari Seunghyun atau dari perusahaan. Tapi dia sungguh ingin mendatangi makam Junsu, demi Hyewon. Anna tahu, salah satu alasan Hyewon kembali adalah bertemu dengan Junsu.

Jaejoong tersenyum tpis “Ah ya, aku selalu lupa untuk mengatakan kalau sepupumu Jiyong datang menjenguk saat kau masih belum sadarkan diri. Kau tidak pernah bilang kalau punya sepupu seorang pilot”

Anna mengangkat bahu “Keluarga kami tidak begitu dekat, aku baru dekat dengannya setelah kembali ke Seoul”

“Kau tahu kalau Jiyong sudah bertunangan?”

Ne, tentu saja… Tapi aku tidak pernah bertemu dengan tunangannya. Wae?”

Anni, mungkin sesekali kita harus mengundang mereka untuk makan malam bersama. Agar hubungan sebagai saudara bisa terjalin dengan baik”

Jaejoong tersenyum melihat anna setuju dengan usulnya. Tentu saja dia tidak akan mengatakan kalau tunangan Jiyong itu adalah adiknya Junsu, dan juga yeojachingu seunghyun. Anna mungkin akan kaget mendengarnya, dan menyadari kalau cerita ini berkaitan satu sama lain. Lagipula Jaejoong tidak akan ikut campur masalah kisah cinta yang rumit itu. Baginya sekarang hanya Anna. Dia siap memulai kisah bahagia bersama Anna. Tentunya setelah Anna melakukan operasi pemulihan jantungnya.

***

“Choi Seunghyuun!!”

‘brukk

Seunghyun mendengus kesal, karena Youngbae memeluk bahunya dari belakang, memukulnya dengan akrab. Dia baru saja keluar dari ruangan rapat. 1 jam yang mendebarkan, untuk pertama kalinya sejak jadi direktur dia melakukan sebuah presentasi bisnis di hadapan klien. Seunghyun mempersiapkannya dengan sangat baik. Semalaman dia nyaris tidak tidur, membaca semua dokumen dan buku tentang bisnis. Meski Seunghyun tidak punya basic ilmu bisnis, tapi dia belajar dengan baik. Maka, meskipun tidak sempurna, presentasinya tadi membuat klien terkesan dan sebuah perjanjian bisnis terjalin.

“Aku tidak menyangka kalau kau sangat hebat. Kau tahu, selama presentasi mereka sama sekali tidak memalingkan perhatiannya darimu. Kau hebat… aku bangga padamu”

Seunghyun tersenyum tipis. Itu memang kekuatannya sejak dulu, dia adalah pembicara yang handal. Kahrismatik, mungkin itulah yang membuatnya selalu memikat lawan bicaranya. Seunghyun terus berjalan menuju ruangannya, Youngbae di sebelahnya sibuk menceritakan banyak hal tentang proyek mereka selanjutnya. Seunghyun hanya menanggapi sesekali, dia tidak sedang tertarik pada urusan itu. pikiran dan hatinya sedang memperbincangkan hal yang lain.

Yoorin.

Ini tepat 5 hari Seunghyun tidak bisa menghubungi yoorin, juga yeoja itu tidak menghubunginya. Padahal seunghyun ingin bercerita pada Yoorin tentang pekerjannya hari ini. Pasti Yoorin akan sangat bangga padanya dan memeluknya.

Youngbae masih berbicara tentang proyek bisnis hingga keduanya sampai di depan ruangan Seunghyun. Seunghyun membuka pintu ruangan dan masuk diikuti Youngbae. Dia mengangkat satu alisnya, ada seseorang yang sedang duduk di sofa ruangannya. Seorang laki-laki setengah baya, mungkin seumuran paman Kang. Seunghyun tidak mengenalnya.

Annyeonghaseyo Direktur Choi…”

Tamu itu membungkuk penuh hormat padanya, Seunghyun membalas salam dan menatap Youngbae. Ini siapa? Youngbae hanya mengangkat bahu. Aku tidak tahu. Lalu demi sopan santun Youngbae keluar dari ruangan itu, meninggalkan Seunghyun dan tamunya.

Dengan isyarat tangan Seunghyun mempersilahkan tamunya untuk duduk dan dia juga duduk di hadapan orang itu.

Mianhae kalau aku sudah mengganggu. Seharusnya aku membuat janji terlebih dahulu. Seorang direktur seperti anda pasti sangat sibuk”

Gwaenchana, aku tidak terlalu sibuk hari ini dan lagipula sebentar lagi waktunya istirahat. Ada yang bisa aku bantu?”

Seunghyun tersenyum ramah pada tamu di depannya, yang justru menatapnya canggung. Seperti ada beban berat yang dia tanggung.

“Aku Park Tae Young… Dokter jantung Rumah Sakit Seoul”

Dokter Jantung? Rumah Sakit? Seunghyun sedikit menduga arah pembicaraan Dokter di depannya. Tapi dia hanya diam, menunggu.

Mianhae… seharusnya aku datang sejak dulu padamu, pada keluargamu. Tapi nyatanya aku terlalu pengecut untuk mengakui kesalahanku sendiri. Berlindung dibalik sebuah kekuasaan”

Dokter itu menghela napas..

“Aku yang membunuh Choi Hyewon… noona-mu”

Seunghyun terkesiap, tangannya mengepal dan rahangnya mengatup. Dia sudah tidak mempedulikan kalau Dokter yang di depannya berumur lebih tua darinya. Seunghyun sudah mencengkram kerah kemeja Dokter Park, dan mendaratkan sebuah pukulan, lagi dan lagi.

‘Kenapa semua ini harus menimpaku? Kenapa harus aku? Kenapa harus noona? Kenapa harus kami? Tolong Jawab semua pertanyaanku… Tuhan’

— To Be Continue —

 

2 thoughts on “You, I, and Our Destiny – Chapter 10

Tinggalkan komentar